PALU:
Rencana proyek pertambangan nikel seluas 7.414 hektare di Desa Podi Kabupaten
Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, dinilai mengabaikan keberlanjutan ekosistem dan
berpotensi memperparah kerusakan lingkungan yang sudah terjadi sebelumnya.
Andika,
Manajer Riset Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah mengatakan berdasarkan
data tim konsultan tata ruang Tojo Una-Una tahun 2008 ditemukan perkiraan bahwa
hingga tahun 2028, daerah hulu tepatnya di Pegunungan Podi terdapat titik rawan
runtuh seluas 169, 84 hektare dengan potensi kuantitas reruntuhannya
509.520.000 meter kubik. “Sementara itu, potensi areal rawan banjir mencapai
lebih dari 92, 62 hektare dengan titik lebar longsor 1,90 kilometer,” ujarnya,
baru-baru ini.
Podi adalah
kawasan langganan banjir bandang dengan kuantitas lumpur bawaan cukup tinggi
yang terjadi setiap tahun mulai tahun 2003 dengan dampak diantaranya karena
melebarnya bibir hilir sungai Podi.
Andika
mengatakan penambangan yang dipaksakan di dalam hutan primer melanggar hukum
dan melecehkan Instruksi Presiden. Menurutnya, kawasan hulu Podi terdapat
Gunung Katopasa sebelah utara yang menghadap ke Teluk Tomini, Sulawesi Tengah,
telah mengalami erosi berkepanjangan.
Selain itu,
daerah Podi merupakan jalur transportasi ekonomi paling penting yang
menghubungkan antara Kabupaten Tojo dengan Banggai dan kabupaten lainnya di
Sulawesi Tengah. “Rencana pertambangan itu merupakan tindakan yang mengabaikan
keselamatan manusia dan keberlanjutan ekosistem di wilayah tersebut. Keberadaan
tambang di wilayah itu akan menambah beban kerusakan lingkungan meningkat
secara berkala, sementara tingkat pemulihan pascatambang tidak ada yang
terwujud. Ini akan menjadi masalah serius bagi masyarakat Tojo Una-Una di masa
depan,” ungkapnya.
Di Sulawesi
Tengah, saat ini marak dalam investasi tambang selain di Kabupaten Morowali
yang memiliki ratusan kuasa pertambangan di Kabupaten Tojo Una-una juga menjadi
salah satu daerah yang banyak dilirik investor untuk sektor pertambangan mulai
dari nikel, bijih besi dan bahan tambang lainnya.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, bijih kerak, dan abu logam
merupakan komoditas ekspor terbesar pada bulan Desember 2011 dengan nilai
ekspor sebesar US$22,35 juta atau 48,28 % dari total nilai ekspor provinsi
tersebut. Ekspor komoditas bijih kerak dan abu logam dalam beberapa tahun
terakhir terus meningkat disusul oleh komoditas kakao pada urutan kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar